• UGM
  • IT Center
  • Portal Akademik
  • IT Center
  • Library
  • Research
  • Webmail
Universitas Gadjah Mada Satuan Pengawas Internal
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Profil
    • Sejarah
    • Visi. Misi, dan Tujuan
    • Struktur Organisasi
    • Sumber Daya Manusia
  • Aktivitas
    • Sasaran dan Ruang lingkup
    • Tipe tipe Jasa Audit
  • Beranda
  • Artikel
  • Three lines of defence , sebuah frame work atau sebuah bumper ???

Three lines of defence , sebuah frame work atau sebuah bumper ???

  • Artikel
  • 15 Januari 2014, 15.40
  • Oleh: spi
  • 0

Dalam dunia Audit,  terutama di bidang Risk Management terdapat hal  yang cukup menarik tentang mekanisme pencegahan dan pengendalian. Sebuah fungsi Internal Auditoradalah  menjadi salah satu bagian layer pengendalian. Hal ini dimaksudkan agar setiap kegiatan yang berjalan memiliki “filter “ secara dini sehingga setiap resiko yang akan menghambat dapat tersaring secara baik.

Secara umum berikut adalah framework  three lines of defence tersebut :

 ilustrasi gambar diambil dari The Institute of Internal Auditors (IIA) website

 Kembali pada fungsi Internal Auditor dalam framework tersebut, beberapa hal yang cukup menggelitik dari beberapa pendapat adalah “kenapa harus diletakkan di belakang?”, yang kemudian justru memberikan beberapa pandangan antara lain :

  1. Kenapa IA tidak diletakkan pada posisi diawal ? karena biasanya  “sense” dari melihat sebuah masalah sudah merupakan naluri seorang auditor,sehingga potensi resiko bisa diminimalkan seminim mungkin.
  2. Lalu pertanyaan kedua “kenapa juga IA tidak ada di pertengahan?” Karena diharapkan dengan adanya IA ditengah-tengah sebuah institusi diharapkan proses rekomendasi bisa di minimalisir sejak awal.

Dari 2 hal tersebut , sering terdengar fungsi Internal Audit  disalah artikan dengan sebuah perumpamaan ” apakah IA akan menjadi “pasukan Pencuci piring” atau menjadi “rezim tukang sapu “ jika didapat sebuah permasalahan terjadi dibelakang ? atau bisa saja menjadi layer bantalan (bumper) jika sebuah rekomendasi IA yang tidak tepat , malah akan menjerumuskan IA  sendiri dalam sebuah lingkaran permasalahan.

  CSA sebagai Solusi Pengendalian Internal

Dari hasil teori diatas , sebenarnya salah satu metode yang belum begitu terdengar gaungnya tapi cukup efektif adalah penerapan CSA (Control Self Assesment ).

Gambar CSA dan peran KAI

CSA sering hanya disalah artikan hanya sebuah metode evaluasi diri yang berupa kuisioner dan tanpa ada tindaklnjutnya. Namum sesuai dengan teori Control self-assessment (CSA) pada beberapa referensi, bahwa CSA adalah sebuah tekhnik yang dapat digunakan oleh pimpinan dan semua karyawan untuk ikut serta mengukur resiko dan pengendalian (kontrol) dalam rangka meminimalisir halangan dalam mencapai tujuan perusahaan (ww.theiia.org).

Sebenarnya esensi yang cukup baik dr CSA tergambar dari ilustrasi berikut ini :

framework3

1.       CSA dibuat bukan oleh IA tapi oleh manajemen dan seluruh pelaksana, jadi semua resiko dan rekomendasi di buat oleh unit sendiri , alhasil timbul sebuah tanggung jawab untuk melaksanakan “produk” sendiri.

2.     Sesuai poin 1, CSA sebenarnya hampir 95 % dibuat “murni” oleh unit, sehingga kadang yang lebih mengerti tentang resiko dan permasalahan sampai ke paling detail adalah unit itu sendiri, hal ini yang kadang tidak terdeteksi oleh auditor

3.       Sesuai dengan poin 1 juga, arti CSA yang paling penting adalah Rekomendasi dibuat oleh unit sendiri , bukan oleh Auditor yang kadang “sense” pemeriksaan menjadi penghalangadanya rekomendasi yang tepat dan sesuai dengan sebuah idealisme auditor sebagai pemeriksa

 Dari pemaparan ini, sebenarnya CSA bisa saja menjadi salah satu solusi agar bumper , rezim tukang sapu atau apapun istilah IA sebagai pemberi solusi ketika terjadi permasalahan yang sudah “deadlock” terjadi bisa dihindari, karena bumper itu dibuat oleh unit dan dikawal oleh IA, sehingga kedepan semoga semua resiko terebut bisa memantulkan bahkan menjauh dari tujuan organisasi khususnya tujuan Unversitas.

1.       CSA dibuat bukan oleh IA tapi oleh manajemen dan seluruh pelaksana, jadi semua resiko dan rekomendasi di buat oleh unit sendiri , alhasil timbul sebuah tanggung jawab untuk melaksanakan “produk” sendiri.

2.       Sesuai poin 1, CSA sebenarnya dibuat “murni” oleh unit, sehingga kadang yang lebih mengerti tentang resiko dan permasalahan sampai ke paling detail yang kadang tidak terdeteksi oleh auditor.

3.       Sesuai dengan poin 1 juga, arti CSA yang paling penting adalah Rekomendasi dibuat oleh unit sendiri , bukan oleh Auditor yang kadang “sense” pemeriksaan menjadi penghalangadanya rekomendasi yang tepat dan sesuai

 

Dari pemaparan ini, sebenarnya CSA bisa menjadi solusi agar bumper , rezim tukang sapu atau apapun istilah IA sebagai pemberi solusi ketika terjadi permasalahan yang sudah “deadlock” terjadi bisa dihindari, karena bumper itu dibuat oleh unit dan dikawal oleh IA, sehingga semoga bisa memantulkan resiko menjauh dari tujuan organisasi khususnya tujuan Unversitas.

ditulis oleh : Arief

Universitas Gadjah Mada

Satuan Pengawas Internal
Universitas Gadjah Mada
Jl. Kemuning, Sekip Blok N-53, Sendowo, Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta 55281
   kai@ugm.ac.id
   +62 (274) 6491975
   +62 (274) 546880

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju